Minggu, Februari 03, 2008

METHYLMALONIC ACIDEMIA SEBABKAN BAYI GAGAL TUMBUH

Gangguan metabolisme umumnya ditunjukkan dengan berat badan yang tak kunjung meningkat. Pada gangguan metabolisme yang disebut Methylmalonic Acidemia (MMA), ASI dan susu formula biasa justru tak boleh dikonsumsi bayi

Berat badan bayi memang tidak berbanding lurus dengan kesehatannya. Namun jika si kecil tak kunjung mengalami kenaikan berat badan, orang tua harus segera waspada. Terlebih jika disertai gejala lain seperti susunya sering dimuntahkan, badan terkulai lemah, dan tonggak perkembangannya tidak berhasil dicapai. Bisa jadi si kecil gagal tumbuh akibat metabolisme tubuhnya terganggu.

Untuk menentukan apa yang menjadi faktor penyebab terganggunya pertumbuhan anak, tentu membutuhkan observasi lebih dalam. Selain untuk akurasi diagnosa, kemungkinan penyebabnya pun sangat banyak. Salah satunya mungkin methylmalonic acidemia (MMA).

"Gangguan pertumbuhan merupakan salah satu gejala MMA," kata Dr. Naomi Esthernita, Sp.A. Apa yang dimaksud dengan MMA? "MMA adalah suatu kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism). Yakni hambatan metabolisme protein terutama asam amino esensial valine dan isoleucine untuk menjadi produk-produk baru yang diperlukan tubuh," lanjut dokter spesialis anak dari RS Siloam Gleneagles, Lippo Cikarang.

Dengan hambatan tersebut, berarti tubuh bayi tidak bisa menerima asupan ASI maupun susu formula biasa. Bisa dibayangkan, betapa berat hidup si bayi jika harus menerima asupan yang justru berakibat buruk bagi metabolisme tubuhnya. Hal ini terjadi karena enzim yang mengubah asam metil malonat yaitu metylmalonyl CoA mutase terlalu sedikit bahkan tidak diproduksi. Kemungkinan lain, faktor pendukung yang diperlukan agar enzim dapat bekerja, yaitu vitamin B12, tidak memadai.

WASPADAI GEJALANYA

Tidak semua gangguan yang terjadi dalam tubuh terlihat dengan mudah. Adakalanya fakta itu jauh tersembunyi di dalam tubuh, hingga untuk menelisiknya pun membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang cermat serta peralatan canggih, seperti yang terjadi pada MMA. "Gangguan ini sangat sulit terdeteksi. Apalagi untuk mendapatkan hasil laboratorium yang akurat mengenai adanya gangguan ini belum bisa dilakukan di Indonesia," ungkap dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A., dari RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci yang ditemui pada kesempatan terpisah.

Jadi paling tidak, waspadai indikator adanya gangguan pada anak, antara lain:

* Malas makan dan minum
* Makanan atau minuman yang masuk sering dimuntahkan
* Otot lemah
* Pertumbuhan dan perkembangan terganggu
* Infeksi jamur berulang
* Muka dismorfik
* Kadang-kadang terdapat pembesaran hati.

Namun memang, indikator tadi bukan merupakan gejala yang spesifik. Artinya, tidak hanya gangguan MMA saja yang ditandai dengan gejala sejenis. "Kemungkinan gangguan metabolisme tubuh dengan gejala serupa sangatlah banyak. Sementara, pemeriksaan laboratorium di Indonesia belum cukup memadai. Oleh dokter nantinya sampel darah akan dikirim ke laboratorium yang mempunyai fasilitas lebih lengkap seperti di Australia untuk menegakkan diagnosa," lanjut Dwi.

Senada dengan Dwi, Naomi pun memberikan pendapatnya, "Jadi untuk mengetahui secara dini, sebaiknya dilakukan skrining pada bayi baru lahir (newborn screening). Caranya, gunakan noktah darah kering di kertas saring untuk dikirimkan ke laboratorium yang berkompetensi untuk itu." Namun tentu saja biaya pemeriksaan ini tidaklah murah. Mengingat kondisi masyarakat Indonesia, bisa dimaklumi jika tidak banyak kalangan yang mampu melakukannya.

DITURUNKAN ORANG TUA

Rumitnya menelisik gangguan ini menyebabkan MMA sering lolos dari pengamatan orang tua. Lain hal bila gejala yang menyertainya memang sudah sangat jelas. "Waktu lahir, bayi dengan MMA biasanya normal sehingga sulit membedakannya dengan bayi tanpa MMA," tutur Naomi.

Meski gangguan ini sudah bisa ditemukan sejak bayi baru lahir, tapi umumnya gejalanya baru timbul setelah si bayi mengonsumsi protein dari ASI atau PASI. "Yang merepotkan, gejala sudah timbul sementara hasil pemeriksaan belum ada mengingat proses pemeriksaan di laboratorium sedemikian rumit dan belum bisa dilakukan di sini. Bila demikian, sebaiknya lakukan pembatasan asupan protein (antara lain dari ASI dan PASI) untuk mencegah berlanjutnya gejala," lanjut Naomi.

MMA diturunkan secara autosomal resesif. Artinya, kedua orang tua membawa gen abnormal, tapi tidak selalu menimbulkan gejala karena tertutup oleh kerja gen yang normal. Baru jika kedua gen abnormal tersebut bertemu, maka si bayi yang dilahirkan akan menderita MMA. "Orang tua yang terdeteksi mempunyai kelainan ini, sebaiknya segera waspada begitu mempunyai bayi," saran Dwi.

Sedangkan faktor pola makan, gaya hidup, polusi dan sebagainya, menurut Dwi tidak ada kaitannya dengan kasus ini. "Pola makan orang tua yang tidak benar saat hamil tidak akan memunculkan kelainan ini pada bayinya. Jadi gangguan ini sepenuhnya adalah faktor keturunan," papar Dwi.

Secara umum gangguan ini bisa dibedakan menjadi dua, yaitu gangguan yang terjadi karena defisien (kekurangan) enzim atau karena defisien co-factor. Oleh sebab itu penatalaksanaannya pun dibedakan menjadi dua, yakni:

* Defiasi enzim

Jika karena defisien enzim, maka dilakukan pembatasan asupan asam amino esensial valine dan isoleucine dengan memberikan susu formula khusus pada bayi. Sebelum susu formula khusus didapat, cairan makanan pengganti sementara akan diberikan di bawah pengawasan dokter.

* Defiasi co-factor

- Jika defisien co-factor yang terjadi, cukup diberikan vitamin B12.

- Kondisi stres yang dapat menimbulkan katabolisme protein tubuh harus dihindari.

Selain itu, lanjut Dwi, bukan tidak mungkin bayi dengan MMA ini juga mempunyai gangguan fungsi organ tubuh lainnya. "Dokter perlu mewaspadai. Misalnya gangguan saraf otak, gangguan ginjal, dan sebagainya sehingga penanganannya bisa menyeluruh."

KASUSNYA JARANG

Seperti sudah disebut di atas, gangguan ini teramat sulit dideteksi. Namun, bukan berarti kalau dibiarkan saja tidak akan membawa efek buruk seperti, "Yang jelas terlihat adalah gangguan tumbuh kembang anak. Biasanya bayi terlihat kurus karena sulit makan dan makanan yang masuk pun sering dimuntahkan. Bahkan dalam keadaan stres dapat menyebabkan koma sampai kematian," kata Dwi.

Meski kasusnya tergolong jarang, sebaiknya orang tua tetap waspada. Untuk itu Naomi menyarankan beberapa hal berikut:

* Kalau memang memungkinkan, sebaiknya lakukan newborn screening pada setiap bayi baru lahir untuk mendeteksi adanya kelainan metabolisme bawaan secara dini, termasuk kelainan MMA ini.

* Bila mempunyai bayi dengan gangguan pertumbuhan atau perkembangan, sebaiknya konsultasikan pada dokter anak.

* Bila ada anggota keluarga yang mempunyai kelainan seperti itu, sementara pasangan suami istri ingin punya anak lagi, sebaiknya lakukan konsultasi genetik untuk mendeteksi kelainan ini melalui prenatal diagnosis.

Marfuah Panji Astuti. Ilustrasi. Pugoeh
(Nakita)

Tidak ada komentar: