Pengaruh negatif bahan kimia itu muncul meski hanya dalam dosis rendah.
Obesitas menjadi kata yang menakutkan bagi sejumlah orang tua saat ini, terutama di kota-kota besar. Organisasi Kesehatan Dunia memprediksi jumlah orang yang kelebihan berat badan akan mencapai 700 juta pada 2015. Sejumlah pihak pun menyebut kecenderungan obesitas ini sebagai wabah. Lazimnya, gaya hidup yang menjadi tertuduh utama. Makanan yang menjadi nomor wahid selain kegiatan olahraga.
Temuan kelompok ilmuwan di Eropa dan Amerika Serikat belum lama ini akan menambah daftar faktor risiko yang harus dicermati. Sebuah penelitian mengungkapkan obesitas bermula dari botol susu bayi. Rupanya paparan bahan kimia pada usia dini, seperti penggunaan botol susu dan plastik penutup makanan, bisa membawa anak pada kondisi obes.
Ada tiga studi berbeda menyangkut hal itu yang dipaparkan dalam Kongres Obesitas Eropa di Jenewa pertengahan bulan ini. Studi pertama menunjukkan tikus yang lahir dari induk yang mengkonsumsi bisphenol A (BPA) tumbuh lebih cepat sehingga menjelma menjadi tikus gemuk. Studi kedua menunjukkan tikus hamil yang terkenal perfluorooctanoic acid yang ditemukan dalam kantong popcorn (microwave) biasanya lahir dengan berat badan rendah tapi mengalami kelebihan berat badan ketika dewasa.
Suzanne Fenton, dari Badan Perlindungan Lingkungan AS, yang memimpin penelitian, menyatakan bahwa efek negatif itu muncul sekalipun yang diberikan kepada hewan percobaan berupa dosis rendah. Dia memperkirakan dosis yang berbeda bisa memicu gangguan kesehatan yang berlainan. Bahkan konsumsi dosis tinggi ada kemungkinan akan mengundang problem serius dan berpotensi terjadinya kelebihan berat badan abnormal.
Studi ketiga memperlihatkan tikus yang hamil yang diberi tributylin dalam dosis sesuai dengan yang terserap manusia juga berakhir menjadi obes saat dewasa. Bahan kimia ini terkandung dalam plastik penutup makanan yang juga bisa berfungsi sebagai fungisida. Sementara itu, National Toxilogy Program AS menemukan tumor prakanker, problem pada saluran kencing, dan menstruasi dini saat menguji coba binatang yang diinjeksi dengan BPA.
BPA digunakan untuk membuat plastik polikarbonat- -jenis material yang tahan pecah yang dipakai dalam aneka produk mulai botol susu bayi, perlengkapan keamanan olahraga, hingga peralatan medis. Selain itu, BPA digunakan untuk melapisi kaleng makanan dan minuman agar tahan banting. Lazimnya orang mengkonsumsi BPA ketika luruh dari plastik dan bergabung dengan cairan yang terkandung dalam wadah tersebut, seperti susu formula, air, atau makanan.
Namun, kisruh soal kandungan bahan kimia yang membahayakan dalam botol susu bayi ditanggapi Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS (FDA)dengan tenang. Lembaga itu pada pertengahan bulan ini menyatakan tidak ada alasan untuk meminta konsumen menghentikan penggunaan botol bayi dengan bahan kimia yang terkandung dalam bahan plastik. Norris Alderson, salah satu pejabatnya, menyatakan produk untuk wadah cairan ataupun makanan itu masih aman. Pilihan sikap ini pun menuai kritik keras sejumlah senator dan lembaga ilmiah. Alderson punya alasan khusus. Dia menyatakan berbagai penelitian menyuguhkan hasil yang berlainan. Saat ini pihaknya menaruh perhatian besar terhadap kandungan kimia tersebut, tapi masih mengkategorikannya sebagai produk aman.
Biarpun FDA menyatakan aman, konsumen kini lebih berhati-hati. Mereka pun dengan cermat menguping salah satu saran yang dilontarkan para pakar, yakni tidak menuangkan air panas langsung ke botol karena cara ini bisa menyebabkan bahan kimia dalam botol luruh. Di negeri Abang Sam, beberapa pengusaha dan pemerintah daerah langsung melakukan langkah preventif nyata. Sejumlah toko menghentikan penjualan botol susu bayi dengan kandungan BPA, sedangkan pemerintah New Jersey sejak awal April lalu telah memperkenalkan larangan penjualan produk yang mengandung BPA. Rencananya, Kanada akan menyusul langkah tersebut. Siapa lagi yang menaruh perhatian?
RITA | BBC | HEALTH24 | MSNBC | YAHOONEWS
Senin, Juni 02, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar