Kehadiran anak pada sebuah keluarga, apa pun jenis kelaminnya, pasti akan disambut bahagia. Namun, ketika anak mulai beranjak besar, haruskah orangtua membedakan perlakuannya, terhadap anak perempuan dan anak lelaki?
Ketika sebuah pasangan tengah menyambut hadirnya momongan, jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan sang ibu pasti tak akan terlalu menjadi masalah. "Perempuan atau laki-laki, sama saja," begitu selalu jawaban yang terlontar dari sepasang suami istri ketika
ditanyai harapannya tentang kehadiran anak dalam rumahtangganya.
Ketika bayi yang diidamkannya kemudian lahir, perlakuan yang berbeda, baik berasal dari orangtuanya maupun lingkungannya mulai tampak dan makin terasa. Misalnya saja, dari pemilihan warna cat kamar bayi, sprei, hingga bungkus kado yang diberikan pun berbeda.
Secara umum, bayi perempuan akan selalu dikaitkan dengan warna pink atau merah muda, sementara warna biru sudah pasti akan ditujukan bagi bayi lelaki.
Lantas, apakah perlakuan yang berbeda ini akan selalu muncul hingga bayi-bayi ini tumbuh dan berkembang hingga beranjak besar?
A. ANAK LAKI-LAKI
Jika berulang kali anak menangis dan mengatakan Anda sebagai ibu yang tidak adil, Anda harus introspeksi diri, bagaimana Anda mengatasi segala sesuatunya. Perlakuan yang sama terhadap kakak beradik yang berbeda jenis kelaminnya, merupakan sasaran yang penting untuk diperjuangkan.
Penelitian yang dilakukan ahli kepada para remaja, membenarkan pernyataan para orang tua mereka seperti, "Kami lebih protektif terhadap anak perempuan dan lebih permisif terhadap anak laki-laki."
Walaupun ada beberapa solusi yang benar-benar aman ketika membuat beberapa keputusan terhadap anak-anak berbeda jenis kelamin ini, cobalah sesering mungkin
untuk membuat keputusan yang sama baiknya bagi anak perempuan maupun anak lelaki.
Coba perhatikan, apa yang dikatakan para ahli yang telah meneliti mengenai perbedaan perlakuan terhadap anak perempuan dengan anak lelaki berikut ini:
* Anak lelaki boleh bekerja di luar rumah sejak usia muda untuk mempercepat kemandiriannya, sementara anak perempuan tidak boleh.* Anak perempuan lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dibanding anak lelaki. Hal ini sudah sejak lama menunjukkan, rumah merupakan daerah kekuasaan perempuan, dan membuat anak lelaki seakan tak berdaya mengurus rumah.* Ayah memberikan dukungan yang lebih kepada anak lelaki dibanding kepada anak perempuannya, untuk ikut berpartisipasi di bidang olahraga yang lebih kompetitif.* Anak lelaki merasa lebih diberi kesempatan untuk mengendarai mobil dibandingkan anak perempuan, dan hal ini membuat anak lelaki jadi lebih mandiri.
Melihat perbedaan perlakuan atau stigma yang sudah menjadi pakem di dalam masyarakat, bagaimana Anda sebagai orangtua memandang hal ini melalui kepekaan Anda terhadap gender mereka? Cobalah ikuti "latihan" berikut ini, dan isilah titik-titik di belakang pernyataan yang ada, sesuai yang Anda rasa dan pikirkan!
1. "Anak perempuan saya sangat rindu rumah pada saat berlibur ke luar kota. Jadi, saya bersama pasangan memutuskan untuk ............ ......... ......... ......... ......... ......... "
2. "Anak lelaki saya sangat rindu rumah pada saat berkemah dengan teman-teman sekolahnya, sehingga saya dan pasangan memutuskan untuk ............ ......... ......"
Jawaban Anda:
"Ayo, kita jemput dia sekarang!" merupakan reaksi pertama dari para ibu ketika hal di
atas terjadi kepada anak perempuannya. Tetapi, apakah Anda dan pasangan juga akan menjemput anak lelaki yang sangat ingin pulang? Hampir sebagian besar akan menjawab "Rasanya tidak, ya".
Jelas sekali, bukan, anak lelaki diharapkan untuk lebih kuat dan tidak "cengeng" ketika merasa terlalu rindu akan rumah.
Berdasarkan budaya yang ada, anak lelaki dibesarkan untuk dapat mengandalkan diri
sendiri, kuat, agresif, berhasil, dan dapat mengendalikan emosinya.
Artinya, mereka harus menghindari semua hal yang berbau kewanita-wanitaan atau menurut perasaan. Betapa sulitnya bagi anak lelaki, yang juga memiliki perasaan dan emosi.
B. ANAK PEREMPUAN
Sebaliknya, anak perempuan mempunyai beban lain. Ketika orangtuanya mengatakan,
mereka harus kuat, mandiri, sejajar dengan lelaki di segala bidang, dan sebagainya, di sisi lain masyarakat juga mengatakan, "Ya, perempuan harus kuat dan mandiri, tetapi tetap harus feminin, pasif, dan terpenting lagi, harus sopan (yang kadangkala lebih sering diartikan sebagai mengalah) di saat yang sama."
Jadi, sebaiknya berikanlah dukungan kepada anak perempuan Anda untuk ikut berkompetisi dan berloma di bidang akademi, mulai dari olahraga, Bahasa Inggris, ilmu
pengetahuan umum, sampai matematika. Tak ada alasan bagi anak perempuan untuk kurang berhasil di bidang akademi, yang biasanya lebih dikuasai anak lelaki.
Pastikan anak perempuan Anda juga tahu, sebagai orangtua Anda yakin akan kemampuan mereka dalam berkompetisi di bidang akademik maupun bidang lainnya. Sebab, data hasil penelitian justru memperlihatkan, ternyata anak perempuan lebih pintar dibanding anak lelaki dalam bidang matematika, lho!
Oleh karena itu, hal terbaik yang dapat Anda dan pasangan lakukan untuk membangun rasa percaya diri kepada anak lelaki dan perempuan adalah dengan menghilangkan stereotipe atau stigma yang tercipta di dalam masyarakat. Jadi, jangan bedakan perlakuan Anda terhadap mereka berdasarkan jenis kelaminnya, cukup didik mereka untuk menjadi orang yang baik. Itu saja.
Rabu, Juni 04, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar