Kamis, Agustus 14, 2008

Mirip Campak, Kawasaki Bisa Serang Jantung Balita

Rabu, 06 Agustus 2008 00:03 WIB

HERON, 42, bingung ketika lima tahun lalu (2003) dokter memvonis anak pertamanya menderita penyakit kawasaki (mucocutaneous lymphnode syndrome). Waktu itu Heron mengaku masih minim pengetahuannya tentang penyakit yang pertama kali ditemukan di Jepang pada 1967 itu.

Bapak dua anak itu mengira anaknya menderita campak karena gejala awal yang dilihat pada anaknya, antara lain demam yang mendadak tinggi hingga 41 derajat celsius. Demam berlangsung hingga lima hari dan tidak pernah mencapai suhu normal. Selain itu, muncul bercak-bercak merah pada kulit. Gejala tersebut sangat mirip dengan penyakit campak.

Empat tahun kemudian, anak kedua Heron juga mengalami hal sama. ''Awalnya saya bingung. Pengetahuan yang minim menjadi kendala bagi saya untuk mencari pertolongan. Maklum, penyakit ini tidak sepopuler demam berdarah (DB) atau penyakit lainnya. Belajar dari pengalaman pertama, saya pun mencari second opinion ke berbagai dokter,'' jelas Heron pada seminar Waspadai Penyakit Kawasaki Mengancam Jantung Balita Anda di Omni International Hospital Serpong, Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.

Heron mengaku anak pertamanya telah sembuh dan anak keduanya sampai saat ini masih menjalani terapi penyembuhan.
Menurut spesialis anak dr Najib Advani, pada penderita penyakit kawasaki yang tidak diberi obat penurun panas, demam dapat berlangsung sampai 1-4 minggu tanpa jeda.
''Ruam atau bercak merah pada kulit terjadi pada hari kedua atau ketiga setelah demam. Gejala lain yang timbul adalah kedua mata merah tanpa munculnya kotoran mata (belek), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga sering diduga sebagai penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, bibir merah, dan pecah-pecah, '' jelas Najib sebagai pembicara dalam seminar tersebut.
Lebih lanjut, ia mengatakan kasus kawasaki kini banyak ditemukan di Indonesia. Setiap tahun paling tidak ada sekitar 5.000 kasus dan sebagian besar ditemukan di Jakarta. Menurut data, tambahnya, penderita termuda berusia 1,5 bulan, tetapi di Jepang ditemukan pasien kawasaki yang berusia 37 tahun.
''Sebagian besar menimpa anak balita. Penyebab kawasaki sendiri belum diketahui,'' ujarnya.

Penyakit tersebut, lanjut Najib, banyak menimpa ras Asia. Di Indonesia kawasaki menimpa 67% golongan etnik China dan 33% pribumi. Angka kejadian per tahun di Jepang tertinggi di dunia, yakni 1 kasus per seribu anak balita. Disusul di posisi kedua dan ketiga oleh Korea dan Taiwan. Di Indonesia sendiri, kasus pertama ditemukan pada 1996.

Immunoglobulin
Karena belum diketahui penyebabnya, lanjut Najib, sampai saat ini obat untuk menyembuhkan penyakit yang gejalanya mirip campak itu pun belum ditemukan. Selama ini, katanya, pengobatan atau terapi yang dilakukan kepada penderita kawasaki adalah dengan pemberian immunoglobulin.
''Immunoglobulin diberikan setiap 12 jam sekali dengan dosis 2 gram per kg berat badannya.'' Immunoglobulin bekerja untuk meningkatkan sistem imun kepada penderita kawasaki.''
Namun, tambah Najib, yang masih menjadi kendala adalah harga per miligram immunoglobulin tergolong mahal, yakni sekitar Rp900.000.

Yang dikhawatirkan dari penderita kawasaki adalah komplikasi pada jantung.
''Komplikasi ke jantung biasanya akan muncul setelah hari ketujuh atau kedelapan sejak awal timbulnya demam,'' kata Najib lagi.
Komplikasi tersebut, jelasnya, terjadi karena adanya pelebaran pembuluh darah yang kemudian bisa terjadi penyumbatan atau penyempitan bagian dalam. Itu mengakibatkan aliran darah ke otot jantung terganggu dan menimbulkan kerusakan pada otot jantung yang disebut dengan infark miokard.

Lebih lanjut, Najib menjelaskan sekitar 20%-40% penderita kawasaki mengalami kerusakan pada pembuluh koroner jantung. Sebagian akan sembuh, tetapi sebagian lagi terpaksa menjalani hidup dengan jantung cacat akibat aliran darah koroner yang terganggu.

Menurut Najib, orang tua yang menemukan gejala kawasaki pada anaknya atau dirinya sendiri harus segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan perawatan medis terbaik. Penderita kawasaki harus dirawat inap di rumah sakit dan mendapat pengawasan dari dokter jantung anak bila memang menyerang anak-anak.
''Pada fase penyembuhan akan terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki dan kemudian timbul cekungan berbentuk garis melintang pada kuku kaki dan tangan (garis beau).''

Dokter Najib mengatakan hanya 3% dari sekitar 100 penderita kawasaki yang dipengaruhi faktor genetis. Dan penyakit tersebut tidak menular.
Pada seminar di Omni Hospital Serpong, Tangerang, telah dibentuk pula satu perkumpulan yang dinamakan dengan Perkumpulan Orangtua Penderita Kawasaki Indonesia (POPKI). (*/S-2)

Tidak ada komentar: