Kamis, Agustus 14, 2008

Hati-Hati dengan Bahaya Plastik! Pelajari Sebelum Terlambat

16 Maret, 2008

Sudah banyak orang yang memberi peringatan, rumor, gosip bahkan artikel majalah tentang bahaya plastik. Tetapi tetap saja hanya segelintir orang yang menggubris, peduli atau sampai meneliti lebih lanjut.

Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Oleh karena itu kita bisa hampir dipastikan pernah menggunakan dan memiliki barang-barang yang mengandung Bisphenol-A. Salah satu barang yang memakai plastik dan mengandung Bisphenol A adalah industri makanan dan minuman sebagai tempat penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol air mineral, dan botol bayi walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan penyimpan makanan yang tidak mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk dipakai makan. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai barang mengandung Bisphenol-A.

Plastik dipakai karena ringan, tidak mudah pecah, dan murah. Akan tetapi plastik juga beresiko terhadap lingkungan dan kesehatan keluarga kita. Oleh karena itu kita harus mengerti plastik-plastik yang aman untuk kita pakai.

Apakah arti dari simbol-simbol yang kita temui pada berbagai produk plastik (Biasanya terletak di bawah botol)?

#1. PETE atau PET (polyethylene terephthalate) biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/ tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman lainnya. Boto-botol dengan bahan #1 dan #2 direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. Jangan pakai untuk air hangat apalagi panas. Buang botol yang sudah lama atau terlihat baret-baret.

#2. HDPE (high density polyethylene) biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu. Sama seperti #1 PET, #2 juga direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian.

#3. V atau PVC (polyvinyl chloride) adalah plastik yang paling sulit di daur ulang. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-botol. Kandungan dari PVC yaitu DEHA yang terdapat pada plastik pembungkus dapat bocor dan masuk ke makanan berminyak bila dipanaskan. PVC berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.

#4. LDPE (low density polyethylene) biasa dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek. Barang-barang dengan kode #4 dapat di daur ulang dan baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat. Barang dengan #4 bisa dibilang tidak dapat di hancurkan tetapi tetap baik untuk tempat makanan.

#5. PP (polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama untuk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi. Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan. Cari simbol ini bila membeli barang berbahan plastik.

#6. PS (polystyrene) biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dll. Bahan Polystyrene bisa membocorkan bahan styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan Styrine berbahaya untuk otak dan sistem syaraf. Selain tempat makanan, styrine juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan dan bahan konstruksi gedung. Bahan ini harus dihindari dan banyak negara bagian di Amerika sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan styrofoam termasuk negara China.

#7. Other (biasanya polycarbonate) bisa didapatkan di tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga. Polycarbonate bisa mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon. Hindari bahan plastik Polycarbonate.

Masih banyak sekali barang plastik yang tidak mencantumkan simbol-simbol ini, terutama barang plastik buatan lokal di Indonesia. Oleh karena itu, kalau anda ragu lebih baik tidak membeli. Kalaupun barang bersimbol lebih mahal, harga tersebut lebih berharga dibandingkan kesehatan keluarga kita.

Pada akhirnya. Hindari penggunaan plastik apapun di Microwave. Gunakan bahan keramik, gelas atau pyrex sebagai gantinya.

Hindari juga membuang sampah plastik terutama yang mengandung Bisphenol-A sembarangan karena bahan tersebut pun bisa mencemari air tanah yang pada akhirnya pun bisa mencemari air minum banyak orang.

Semoga informasi ini bermanfaat.

Mirip Campak, Kawasaki Bisa Serang Jantung Balita

Rabu, 06 Agustus 2008 00:03 WIB

HERON, 42, bingung ketika lima tahun lalu (2003) dokter memvonis anak pertamanya menderita penyakit kawasaki (mucocutaneous lymphnode syndrome). Waktu itu Heron mengaku masih minim pengetahuannya tentang penyakit yang pertama kali ditemukan di Jepang pada 1967 itu.

Bapak dua anak itu mengira anaknya menderita campak karena gejala awal yang dilihat pada anaknya, antara lain demam yang mendadak tinggi hingga 41 derajat celsius. Demam berlangsung hingga lima hari dan tidak pernah mencapai suhu normal. Selain itu, muncul bercak-bercak merah pada kulit. Gejala tersebut sangat mirip dengan penyakit campak.

Empat tahun kemudian, anak kedua Heron juga mengalami hal sama. ''Awalnya saya bingung. Pengetahuan yang minim menjadi kendala bagi saya untuk mencari pertolongan. Maklum, penyakit ini tidak sepopuler demam berdarah (DB) atau penyakit lainnya. Belajar dari pengalaman pertama, saya pun mencari second opinion ke berbagai dokter,'' jelas Heron pada seminar Waspadai Penyakit Kawasaki Mengancam Jantung Balita Anda di Omni International Hospital Serpong, Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.

Heron mengaku anak pertamanya telah sembuh dan anak keduanya sampai saat ini masih menjalani terapi penyembuhan.
Menurut spesialis anak dr Najib Advani, pada penderita penyakit kawasaki yang tidak diberi obat penurun panas, demam dapat berlangsung sampai 1-4 minggu tanpa jeda.
''Ruam atau bercak merah pada kulit terjadi pada hari kedua atau ketiga setelah demam. Gejala lain yang timbul adalah kedua mata merah tanpa munculnya kotoran mata (belek), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga sering diduga sebagai penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, bibir merah, dan pecah-pecah, '' jelas Najib sebagai pembicara dalam seminar tersebut.
Lebih lanjut, ia mengatakan kasus kawasaki kini banyak ditemukan di Indonesia. Setiap tahun paling tidak ada sekitar 5.000 kasus dan sebagian besar ditemukan di Jakarta. Menurut data, tambahnya, penderita termuda berusia 1,5 bulan, tetapi di Jepang ditemukan pasien kawasaki yang berusia 37 tahun.
''Sebagian besar menimpa anak balita. Penyebab kawasaki sendiri belum diketahui,'' ujarnya.

Penyakit tersebut, lanjut Najib, banyak menimpa ras Asia. Di Indonesia kawasaki menimpa 67% golongan etnik China dan 33% pribumi. Angka kejadian per tahun di Jepang tertinggi di dunia, yakni 1 kasus per seribu anak balita. Disusul di posisi kedua dan ketiga oleh Korea dan Taiwan. Di Indonesia sendiri, kasus pertama ditemukan pada 1996.

Immunoglobulin
Karena belum diketahui penyebabnya, lanjut Najib, sampai saat ini obat untuk menyembuhkan penyakit yang gejalanya mirip campak itu pun belum ditemukan. Selama ini, katanya, pengobatan atau terapi yang dilakukan kepada penderita kawasaki adalah dengan pemberian immunoglobulin.
''Immunoglobulin diberikan setiap 12 jam sekali dengan dosis 2 gram per kg berat badannya.'' Immunoglobulin bekerja untuk meningkatkan sistem imun kepada penderita kawasaki.''
Namun, tambah Najib, yang masih menjadi kendala adalah harga per miligram immunoglobulin tergolong mahal, yakni sekitar Rp900.000.

Yang dikhawatirkan dari penderita kawasaki adalah komplikasi pada jantung.
''Komplikasi ke jantung biasanya akan muncul setelah hari ketujuh atau kedelapan sejak awal timbulnya demam,'' kata Najib lagi.
Komplikasi tersebut, jelasnya, terjadi karena adanya pelebaran pembuluh darah yang kemudian bisa terjadi penyumbatan atau penyempitan bagian dalam. Itu mengakibatkan aliran darah ke otot jantung terganggu dan menimbulkan kerusakan pada otot jantung yang disebut dengan infark miokard.

Lebih lanjut, Najib menjelaskan sekitar 20%-40% penderita kawasaki mengalami kerusakan pada pembuluh koroner jantung. Sebagian akan sembuh, tetapi sebagian lagi terpaksa menjalani hidup dengan jantung cacat akibat aliran darah koroner yang terganggu.

Menurut Najib, orang tua yang menemukan gejala kawasaki pada anaknya atau dirinya sendiri harus segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan perawatan medis terbaik. Penderita kawasaki harus dirawat inap di rumah sakit dan mendapat pengawasan dari dokter jantung anak bila memang menyerang anak-anak.
''Pada fase penyembuhan akan terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki dan kemudian timbul cekungan berbentuk garis melintang pada kuku kaki dan tangan (garis beau).''

Dokter Najib mengatakan hanya 3% dari sekitar 100 penderita kawasaki yang dipengaruhi faktor genetis. Dan penyakit tersebut tidak menular.
Pada seminar di Omni Hospital Serpong, Tangerang, telah dibentuk pula satu perkumpulan yang dinamakan dengan Perkumpulan Orangtua Penderita Kawasaki Indonesia (POPKI). (*/S-2)

Senin, Agustus 04, 2008

Hindarkan Anak Dari Resiko Tersedak

Meski terdengar sepele tetapi tersedak adalah hal yang berbahaya. Selain dapat membuat jalan nafas tersendat hingga tertutup sama sekali, bila dibiarkan peristiwa tersedak dapat berakibat fatal hingga menimbulkan kematian.

Hanya sesaat setelah Kevin (4 tahun) menggigit hotdog-nya, teman sepermainannya, Peter (4,5 tahun) memperlihatkan wajah lucu padanya. Meski baru akan menelan hotdog yang digigitnya, rasanya Kevin tak bisa menahan rasa geli melihat aksi Peter. Nyatanya, tertawa sambil menelan sangat sulit.Dalam sekejap, hotdog dalam mulutnya menyangkut ditenggorokan hingga ia tidak bisa bicara dan bernafas, bahkan Kevin sama sekali tak bisa bersuara. Kevin tersedak. Tentu saja kejadian itu membuat Anne (32 tahun) guru Kevin dan murid-murid lainnya di TK tersebut panik.

Meski terdengar sepele, tetapi tersedak merupakan peristiwa yang sangat menakutkan. Selain dapat membuat jalan nafas tersendat hingga tertutup sama sekali, bila dibiarkan peristiwa tersedak dapat berakibat fatal hingga menimbulkan kematian. ‘’Pada kondisi tertentu, tersedak bisa menyumbat saluran nafas secara total sehingga membuat tidak dapat bernafas. Ini bisa berujung kematian,’’ kata Dr. Oemi A. Tadjudin, Sp. THT, dokter spesialisTHT (telinga-hidung- tenggorokan) , Siloam Hospitals Kebon Jeruk.

Demikian pula menurut Steven Dowshen, MD, seorang spesialis endokrinologi, di Division of Endocrinology Alfred I. duPont Hospital for Children, Wilmington, DE. Tersedak, katanya, secara sederhana merupakan peristiwa tertutupnya jalan nafas akibat adanya suatu objek yang menyangkut di tenggorokkan sehingga menghambat aliran udara baik keluar maupun masuk. ‘’ Pada kondisi itu, anak tidak bisa bernafas, atau mengeluarkan suara apapun.Lama kelamaan, wajahnya akan kemerahan hingga kebiruan, sebab oksigen yang dihirup semakin berkurang,’’ tuturnya dalam kidshealth.org.

Hindari Sebelum Terlambat

Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), umumnya anak balita yang tersedak disebabkan oleh makanan. Pada situs med.umich.edu disebutkan langkah-langkah dasar yang dapat dilakukan untuk menghindarkan anak dari tersedak, yaitu :

1. Perhatikanlah si kecil saat sedang makan dan bermain. Si kecil sebaiknya berada dalam posisi duduk saat makan.
2. Hindari makanan beresiko, The American Academy of Pediatrics dalam jurnal “Choking: common dangers for children” menyebutkan bahwa anak di bawah usia 4 tahun sebaiknya tidak diperkenalkan dengan sejumlah makanan. Diantaranya hotdog, kacang, popcorn, permen karet, selai kacang, kismis, potongan daging dalam ukuran besar dan kurang empuk, serta keju.
3. Jangan terburu-buru saat makan. Potonglah makanan anak dalam ukurankecil, lalu ingatkan anak untuk mengunyah makanan yang disantapnya dengan baik.
4. Jauhkan mainan berbahaya, dan perabotan rumah tangga yang dapat dimasukan mulut/ menyangkut di tenggorokan.
5. Belajarlah teknik dasar pertolongan pertama pada anak yang tersedak.

Inilah langkah-langkah yang bisa Anda lakukan jika si kecil tersedak :

* Tenang. Sebelum melakukan pertolongan pertama, katakan pada anak untuk tenang.

* Batuk. Mintalah anak untuk membatukkan benda yang menyebabkan tersedak. Batuk yang cukup kuat diperlukan untuk mengeluarkan benda penyebab tersedak. Bila anak masih bisa bicara, Anda bisa lebih tenang karena umumnya mereka bisa mengeluarkan benda hanya dengan membatukkannya.

* Membungkuk. Bila dengan batuk, benda penyebab tersedak tidak juga bisa keluar, mintalah ia batuk sambil membungkuk atau posisi kepala lebih rendah. Gaya gravitasi akann membantu ia mengeluarkan benda tersebut.

* Manuver Heimlich, Bila cara di atas tidak berhasil juga, lakukan tindakan pertolongan dengan Manuver Heimlich. Manuver Heimlich adalah tindakan yang dikenal dapat menolong orang yang tersedak. Meski demikian, menurut Steven Dowshen, MD sebaiknya Manuver Heimlich dilakukan oleh orang yang sudah terlatih, karena bila tidak justru bisa berbahaya bagi bayi/anak yang tersedak.

Dalam situs webmd.com terangkum langkah-langkah Manuver Heimlich sebagai
berikut:

* Untuk bayi kurang dari 1 tahun

1. Baringkan bayi dengan wajah menghadap ke bawah dan jari-jari tangan kanan Anda menahannya di bahu dan leher bayi, dengan lengan bawah kiri sebagai landasan.
2. Beri lima kali tepukan di punggungnya dengan tangan yang satunya.
3. Jika ini gagal, balikkan badannya hingga wajahnya menghadap Anda, lalu
dengan dua jari, tekan sebanyak lima kali di tulang dada bagian bawah,
kurang lebih satu jari dari garis yang dibentuk oleh kedua puting susu bayi.
4. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat Anda lihat.
5. Ulangi langkah-langkah tersebut, jika diperlukan.
6. Bila bayi tidak sadar, mulailah resusitasi dan bawalah ke rumah sakit (UGD).

* Untuk anak lebih dari 1 tahun dan dewasa

1. Berdiri di belakang anak, carilah bagian bawah iganya.
2. Letakkan telapak Anda di perut anak di atas pusarnya dan buat kepalan.
Bagian jempol berada pada perut anak.
3. Letakkan telapak tangan sisi lain di atas kepalan.
4. Tekan perut ke arah atas sampai benda terpental ke luar. Perhatikan kekuatan tekanan sesuai keadaan fisik anak. PG

Mainan yang Menakutkan

Di Amerika Serikat, balon menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak pada saat bermain, melebihi mainan lainnya. Berdasarkan data National SAFE KIDS Campaign (NSKC) : Airway Obstruction Injury Fact Sheet. Washington (DC): NSKC, 2004, banyak anak yang tertarik pada balon karet, tidak hanya untuk meniupnya tetapi juga mengemutnya, sehingga tidak sengaja menyangkut di tenggorokan. ‘’Ini dapat menjadi kasus tersedak yang sangat berbahaya karena akan menutupi tenggorokan atau jalan aliran udara secara total,’’ demikian seperti yang tertera dalam situs med.umich.edu. Mainan lain yang berbahaya di antaranya adalah:

* Potongan robot, boneka, dan mainan lainnya yang rusak, kelereng, bola kecil –dalam ukuran yang bisa ditelan— koin dan tutup pulpen.

Untuk itu, awasilah si kecil saat bermain dan hindari membeli mainan yang beresiko baginya. Jika ada mainan yang rusak/patah, lebih baik segera diperbaiki atau jauhkan sama sekali dari jangkauannya, terutama bagian berukuran kecil yang dapat dimasukan ke mulut anak. PG

Mengenalkan Anggota Tubuh

Anak harus dikenalkan pada bagian-bagian tubuhnya agar ia mau merawat dan menyayanginya.

"Ngapain, sih, harus repot-repot ngenalin anggota tubuh? Toh, nanti anak juga bakal tahu sendiri," begitu pikir kita.

Memang benar, Bu-Pak, pada akhirnya si kecil bakal tahu sendiri anggota tubuhnya dan kegunaannya masing-masing, entah dari "sekolah" atau cerita gurunya. Namun demikian, tak ada salahnya bila pengenalan itu dilakukan di rumah. Apalagi, seperti dikatakan Dra. Rose Mini A.P., M.Psi., dalam tes psikologi ada pertanyaan mengenai kegunaan anggota tubuh. Misal, kalau melempar sesuatu dengan apa atau kalau menendang sesuatu dengan apa. "Nah, bila anak tak pernah dikenalkan dengan anggota tubuhnya dan fungsi-fungsinya, tentu ia bisa salah menjawab. Jadi, penting sekali mengenalkan anggota tubuh dan fungsi-fungsinya. "

Lebih dari itu, lanjut psikolog yang akrab disapa Romi ini, dengan kita mengenalkannya sejak dini, anak pun akan merawat dan menyayangi anggota tubuhnya sendiri. Bukankah menjaga kebersihan anggota tubuh amat penting untuk kesehatan?

LEWAT PERMAINAN

Namun, sebelum kita mengenalkan anggota tubuh berikut fungsi-fungsinya, Romi menyarankan agar kita mempelajarinya lebih dulu dengan membaca buku, misal. Tujuannya tentu agar kita tak salah memberikan informasi. Setelah itu, barulah kita kenalkan pada si kecil. Namun dalam mengenalkan juga harus memperhatikan usia anak. "Untuk batita, pengenalannya tak perlu sampai terlalu njlimet, cukup rangka luar saja semisal pancaindra, tangan-kaki, dan bagian-bagian tubuh lain yang terlihat."

Tentu cara mengenalkannya harus fun agar semua informasi dapat diterima dengan baik oleh si kecil. Dengan lagu, misal, "Kepala pundak lutut kaki lutut kaki..." atau dengan boneka manusia karena merupakan miniatur manusia yang paling baik. "Ketika ia menarik kaki bonekanya hingga putus, misal, kita bisa bilang, 'Aduh, kasihan, lo, Dek, kalau kakinya ditarik-tarik sampai patah seperti itu, bonekanya sakit.' Dengan begitu ia sadar, kaki dan anggota tubuh lainnya tak boleh diperlakukan kasar."

Media lain adalah orang yang ada di depan si kecil sendiri. Misal, "Ini tangan Mama, tangan Adek mana?" Bisa juga kita minta dia menggambar tangan. "Eh, tangan ternyata bisa gambar tangan, ya, Dek?", misal. Dari sini si kecil jadi tahu bahwa salah satu fungsi tangan ialah dapat digunakan untuk menggambar. Cara lain, minta ia mencetak tangan dan kakinya di atas kertas, lalu kita pun mencetak tangan dan kaki kita di kertas yang sama, "Wah, kaki Bunda lebih besar, ya, dari kaki Adek." Secara tak langsung, kita pun sekaligus mengenalkan konsep besar dan kecil padanya.

Bisa juga dengan membuat permainan, misal, kenapa ada sandal, karena ada kaki; kenapa ada cincin, karena ada jari: kenapa telunjuk diberi nama telunjuk, karena telunjuk merupakan jari yang digunakan untuk menunjuk; kenapa jempol dinamakan ibu jari, karena paling gendut dan paling besar di antara jari-jari lain; kenapa kita harus memakai topi, karena untuk melindungi kepala dari terik matahari atau hujan; dan lainnya.
Jadi, bilang Romi, banyak sekali cara yang bisa kita lakukan untuk mengenalkan anggota tubuh dan fungsi-fungsinya pada anak.

BELAJAR MERAWAT TUBUH

Dengan mengenalkan anggota tubuh dan fungsi-fungsinya, kita pun bisa mengajarkan anak untuk merawat dan menyayangi anggota tubuhnya. Namun dalam mengajarkannya jangan cuma mengambil bagian akhir saja, lo, alias tak dijelaskan, misal, "Dek, cuci tangan, dong. Pokoknya, tiap Adek mau makan harus cuci tangan dulu!" Cara begini, menurut Romi, hanya membuat anak bingung karena ia tak tahu mengapa ia harus cuci tangan dulu sebelum makan.

Sebaiknya katakan, "Dek, sebelum makan, kita harus cuci tangan dulu, karena tangan, kan, kita gunakan untuk macem-macem, untuk main pasir, main boneka. Nah, tangan kita, kan, jadi kotor. Kalau kita makan dengan tangan kotor, nanti kita bisa sakit. Jadi, sebelum makan kita harus cuci tangan dulu."

Dengan begitu, ia tahu, kalau mau memegang makanan harus cuci tangan dulu. Begitu juga dalam menjelaskan mengapa ia harus cuci kaki dulu sebelum tidur, "Tadi Adek, kan, habis jalan-jalan. Kaki Adek jadi kotor. Kalau kaki Adek enggak dicuci dulu, nanti tempat tidurnya jadi kotor. Makanya, sebelum tidur, Adek harus cuci kaki dulu."

Contoh lain, lanjut Direktur Utama Essa Consulting Group ini, kala kita mengenalkan pancaindra dengan bermain ciluk-ba, misal, si kecil jadi tahu bahwa tanpa mata, ia tak bisa melihat. Nah, selanjutnya minta ia menjaga kebersihan matanya, "Kalau mata Adek enggak dibersihin, nanti Adek enggak bisa melihat orang, lo, karena ada kotorannya," misal, atau, "Mata enggak boleh dikucek-ucek, ya, Dek, karena tangan, kan, kotor. Nanti kalau matanya kemasukan pasir, Adek jadi enggak bisa melihat."

MANDI SENDIRI

Selanjutnya, kita jadi lebih mudah dalam mengajarkan kebersihan pada anak, khususnya mandi. "Biasanya orang tua, kan, sering mengeluh, kalau anaknya mandi sendiri pasti enggak bersih. Hingga, jalan keluar yang dipilih, anak selalu dimandikan," tutur Romi. Padahal, anak harus dilatih mandi sendiri agar ia belajar mandiri. Tentu dengan cara diajarkan secara perlahan dan diberi contoh.

Awalnya, anak biasanya hanya akan menyabuni perutnya, karena bagian itulah yang paling dekat dan terlihat oleh dirinya. Nah, kita bisa jelaskan, "Dek, kalau mandi, yang disabuni mulai dari bagian atas dulu, yaitu leher, baru bagian bawah, yaitu kaki, karena bagian bawah paling sering terkena macam-macam, hingga kotor. Bagian wajah belakangan.", misal. Untuk memudahkan, kita bisa ciptakan nyanyian dengan memberi nomor bagian tubuh, misal, nomor satu leher, kedua perut, ketiga tangan, dan seterusnya.
Jadi, tegas Romi, kita jangan hanya mengatakan, "Ayo mandi, Dek!", misal. "Anak kecil, kan, belum bisa mandi secara benar kalau tak diajarkan." Kemudian, usai mandi pun harus kita ajarkan memakai baju. Misal, bagian kerah yang lebih rendah berarti depan, lalu beri contoh bagaimana memakainya, hingga lama-lama si anak pun bisa melakukannya sendiri.

Dengan mengenal anggota tubuh, lanjut Romi, kita pun bisa membujuk anak untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya tak disukai. Menyisir rambut, misal. "Anak batita biasanya tak mau nyisir. Ini wajar, karena ia belum punya kenikmatan melihat wajahnya bila rambutnya disisir rapi. Jadi, kita mesti omong, 'Dek, kalau rambut Adek enggak disisir, nanti kayak benang kusut, lo. Bunda jadi enggak bisa nyisirin Adek karena kalau disisir, Adek jadi kesakitan,' misal." Atau, jika si kecil tak mau potong kuku, kita jelaskan, "Dek, kita harus memotong kuku agar terlihat rapi. Kalau kuku Adek panjang-panjang dan ada item-item-nya, berarti kotor. Kita, kan, enggak tahu apa isinya. Kalau isinya telur cacing gimana? Nanti Adek bisa kena penyakit cacingan, lo."

TOILET TRAINING

Tentunya, dalam mengenalkan anggota tubuh, kita pun harus mengenalkan alat kelamin si kecil. Namun mengenalkannya harus menggunakan nama yang benar, lo. Jangan kita menyebut "burung" untuk alat kelamin si Buyung, melainkan penis. Begitu pula dengan alat kelamin si Upik, katakan namanya vagina, bukan "dompet" atau istilah lain yang tak tepat. Kita bisa bilang, "Ini alat kelamin pria, namanya penis, gunanya untuk pipis, tapi enggak usah disebut-sebut terus namanya, ya, Dek," misal.

Bila si kecil bertanya mengenai perbedaan alat kelamin laki-laki dan perempuan, jawablah seperlunya. Kita bisa bilang, "Hidung Ayah dan hidung Adek enggak sama, kan? Jadi, beda itu enggak apa-apa. Nah, penis itu untuk lelaki, sedangkan vagina untuk perempuan. Anak lelaki akan jadi Ayah dan anak perempuan akan jadi Bunda," misal. "Jadi, tak perlu sampai mendalam karena biasanya anak hanya ingin tahu kenapa berbeda. Cukup agar ia memahami bahwa perbedaan itu enggak apa-apa," tutur Romi.
Kemudian, ajarkan cara merawat alat kelaminnya. "Dek, kalau habis pipis harus dibersihkan, ya. Cara membersihkannya harus dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan karena kotoran yang ada di belakang bisa masuk ke depan." Katakan juga, kita harus menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir karena air yang mengalir lebih baik ketimbang air di bak. Dengan begitu, ia akan ingat terus. "Kalau sudah lebih besar, anak mulai dapat diajarkan bagaimana membersihkan dengan tisu."
Tentu awalnya ia harus dibantu. Lama-lama kita bisa minta ia untuk mencoba membersihkan alat kelaminnya tiap kali habis BAK/BAB. Namun kita tak boleh memperlihatkan kesan jijik manakala melihat kotorannya, lo, tapi katakan, "Kotoran ini punya Adek sendiri, tapi harus dikeluarkan dan dibuang, karena kalau tidak, perut Adek bisa kembung dan besar. Nanti Adek bisa sakit perut." Semua ini, jelas Romi, merupakan bagian dari toilet training.

Sumber : Artikel Lepas

PENYAKIT BALITA - Cara Tepat Tangani Anak Kejang

Minggu, 11 September 2005

Jangan pernah menyepelekan kejadian kejang pada anak. Penanganan yang tidak tepat dapat mempengaruhi tingkat kecerdasannya, apalagi sampai terlambat diobati. Anak bisa menderita penyakit epilepsi, bahkan keterbelakangan mental. Bila hal itu terjadi, Anda akan menyesal seumur hidup!

Sebelum kejang biasanya anak akan menderita demam yang tinggi sekitar 38 - 40 derajat Celcius. Pada saat demam ini, kekejangan yang terjadi, tergantung kekuatan tubuh si anak. Banyak anak demam tinggi dan kejang setelah melakukan imunisasi. Biasanya setelah imunisasi, dokter memberi resep obat penurun panas untuk segera diminumkan ke si kecil. Kejang yang sering terjadi pada anak adalah kejang kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak. Kejang semacam itu terjadi saat suhu tubuh meningkat. Kejang ini disebut kejang demam atau mengejangnya otot-otot pangkal tenggorok sebagai akibat menyempitnya jalan napas yang disebut kejang laring. Penyakit yang di manifestasikan kejang yaitu penyakit kejang demam, epilepsi atau tuberkolusis intrakranial atau orang awam menyebutnya TBC otak.

Kejang demam dapat berjalan singkat dan tidak berbahaya. Tapi bila kejang mencapai 15 menit dapat membahayakan si kecil, karena bisa menyebabkan kerusakan otak sehingga dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan bahkan bisa menyebabkan retardasi atau keterbelakangan mental. Kejang demam dialami 2-3 persen anak-anak.

Kejang demam terbagi dua, yaitu kejang demam yang sederhana dan kejang demam yang akibat penyakit lain atau gangguan dalam tengkorak kepala. Kejang sederhana dengan ciri-ciri menyerang anak usia 4 bulan sampai 4 tahun, kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit, kejang timbul dalam 16 jam demam pertama, frekuensi demam kurang dari 4 kali dalam setahun. Kejang dapat timbul pula ketika si kecil menderita muntah dan diare.
Kejang bisa pula timbul tanpa demam, yaitu disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, sakit lama yang menyebabkan gula darah rendah, asupan makan yang kurang, atau menderita kejang yang sudah lama dialami akibat epilepsi. Kejang akibat kelainan neurologis atau gangguan perkembangan, berlangsung lebih dari 15 menit.

Keturunan
Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada, karena si kecil berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
Selain faktor keturunan, setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat pula menyebabkan kejang. Bisa akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), gangguan elektrolit, gangguan metabolisme, gangguan peredarah darah, keracunan, alergi dan cacat bawaan.

Anak yang pernah menderita kejang demam, sebesar 50 persen berisiko terkena kejang demam kembali dalam setahun pertama setelah kejang. Anak yang menderita kejang demam kemudian diikuti dengan kejang tanpa demam berisiko lima kali lebih besar menderita retardasi mental.

Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan sang bayi atau anak terlalu tinggi. Dimana pada saat kejang badannya menjadi kaku, bola mata berbalik keatas, kondisi ini biasa disebut "step". Bila si kecil mengalami keadaan ini, segeralah bawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat. Karena jika keadaan kejang seperti ini dibiarkan terlalu lama, dapat menbahayakan si kecil.

Jangan mudah percaya bahwa minum kopi bisa menghindari dari kejang atau step. Secara medis, sebetulnya kopi tidak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan pada saat anak Anda mengalami kejang, yang akhirnya mengantarkan pada kematian.

Kasus kejang kopi ini pernah terjadi di Balikpapan, seorang bocah laki-laki berusia 5 tahun yang mengalami sakit muntaber. Setelah diberi pengobatan di sebuah rumah sakit, kondisi bocah tersebut mulai membaik. Namun ketika sampai di rumah, bocah bernama Andika tersebut mengalami kejang-kejang. Bermaksud menghentikan kejang si bocah, ibu bocah itu kemudian memberikan sesendok cairan kopi yang kebetulan ada didekatnya pada si Andika yang sedang kejang. Kejangnya bukan berkurang, seluruh badannya mengalami kejang semakin hebat dan selanjutnya Andika tidak bergerak lagi.
Cara penanganan masalah demam kejang pada anak, yang penting jangan panik. Kemudian, kompres bagian kening kepala dan ketiak si kecil dengan kain handuk dari air hangat agar panas cepat terserap. Lakukan hal ini berulang kali. Kenakan pakaian yang longgar, dan hindari pakaian tebal pada si kecil. Usahakan pula kondisi kamar si kecil yang selalu nyaman agar rasa panas tubuh tidak bertambah. Bila panas tubuh tak kunjung mereda, secepat mungkin bawalah ke rumah sakit, klinik atau dokter terdekat.
Jangan melakukan pengkompresan dengan lap yang dingin, karena dapat menyebabkan korslet di otak --akan terjadi benturan kuat karena atara suhu panas tubuh si kecil dengan lap pres dingin. Kalau dinyatakan epilepsi, segera minum obat resep dokter secara teratur.
Sediakan obat anti kejang lewat dubur di rumah jika kejang membuat anak tidak mungkin meminum obat. Selain itu, sediakan pula obat penurun panas di rumah seperti parasetamol.

(Kentos/Berbagai sumber)

KEJANG TANPA DEMAM

Penyebabnya bermacam-macam. Yang penting, jangan sampai berulang dan berlangsung lama karena dapat merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C. Siboro, Sp.A, dari RS Metro Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak. "Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam." Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.

BISA DIALAMI SEMUA ANAK
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet) . Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir. "Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil," tutur Merry.Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan). "Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah, Red.). Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang." Selanjutnya, si bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang.
"Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang." Uniknya, tambah Merry, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. "Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna."

JANGAN SAMPAI TERULANG
Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang lagi. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak. Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen dalam darah. "Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak. Bayangkan apa yang terjadi bila anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan."Kerusakan di otak ini dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan retardasi mental. Oleh karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat kejang, hendaknya orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang berulang.

DIMONITOR TIGA TAHUN
Risiko berulangnya kejang pada anak-anak, umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG (elektroensefalogra fi). Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa demam), akan terjadi bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang tersebut akan menjadi epilepsi."Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut," bilang Merry. Dokter akan mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik. Artinya, tak terjadi kelainan neurologis dan mental. Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi? "Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama."Pokoknya, jangka waktu yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang. Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang. Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar (makrosefali) , serta jika ada tumor di otak.

RAGAM PENYEBAB
"Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan," kata Merry yang lalu menjabarkannya satu per satu di bawah ini.
* Kelainan neurologis
Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang. Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).
* Bukan neurologis
Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.
* Faktor keturunan
Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.

WASPADAI DI BAWAH 6 BULAN
Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di bawah usia 6 bulan, "Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar," kata Merry. Masalahnya, kejang pada anak di bawah 6 bulan, terutama pada masa neonatal itu bersifat khas. "Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor. Dokter biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang ngeh." Itulah sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.

MENOLONG ANAK KEJANG
1. Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang menghambat saluran pernapasannya. "Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan," tutur Merry.
2. Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan cairan-cairan dari mulutnya. "Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang kejang, kan, saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar." Guna memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini langsung keluar, tidak menetap di mulut yang
malah berisiko menyumbat saluran napas dan memperparah keadaan.
3. Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang bisa langsung menghentikan kejang tersebut. "Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian."
4. Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak mendapat oksigen. "Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya riwayat kejang."

ANAK EPILEPSI HARUS KONTROL SETIAP 3 BULAN
Mereka yang berisiko menderita epilepsi adalah anak-anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi. Selain juga anak-anak dengan kelainan neurologis sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam. Anak yang sering kejang memang berpotensi menderita epilepsi. "Tapi jangan khawatir, anak yang menderita epilepsi, kecuali yang lahir dengan kelainan atau gangguan pertumbuhan, bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Prestasi belajar mereka tidak kalah dengan anak yang normal," kata Merry. Jadi, kita tak perlu mengucilkan anak epilepsi karena dia bisa berkembang normal seperti anak-anak lainnya. "Yang penting, ia tertangani dengan baik. Biasanya kalau anak itu sering kejang, dokter akan memberi obat yang bisa menjaganya supaya jangan sampai kejang lagi. Pada anak epilepsi, fokus perawatannya adalah jangan sampai terjadi kejang lagi. Untuk itu, perlu kontrol, paling tidak setiap 3 bulan agar monitoring dari dokter berjalan terus."

Yuris 8 bulan



Gigit gigit gigit.........



Artikel : Gigit Tanda Sayang

Posted by: "pandu abyantara" pandu_abyantara@yahoo.co.id
Sun Jul 27, 2008 1:35 pm (PDT)
Semoga bermanfaat


Gigit Tanda Sayang

"Awww, sakitnya putingku digigit si kecil." Bagaimana mengatasi "kekerasan" oleh bayi?

Pernahkah Anda melihat adegan ini atau mungkin sering mengalaminya sendiri? Bayi Anda melakukan "kekerasan" seperti "meremas" pipi pengasuhnya, "menjambak" rambut Anda yang menjuntai di hadapannya, "menggigit" puting susu saat menikmati ASI dan sebagainya. Aduh... kecil-kecil kok hobi melakukan "kekerasan" ya? Apa yang sebenarnya tengah ia lakukan?

MELIHAT REAKSI

Di usia ini jelas tindak "kekerasan" yang dilakukan bayi tidaklah dimaksudkan untuk menyerang orang dewasa atau menunjukkan perilaku agresif. Saat melakukan hal-hal tersebut, sebenarnya bayi sedang:

* Berkomunikasi

Di usia ini komunikasi yang bisa dilakukan bayi masih sangat terbatas. Tangan dan mulut merupakan perangkat sosial pertama bayi untuk menyentuh objek apa saja yang ada di hadapannya atau dalam jangkauannya. Tak heran kalau wajah Anda, mainan atau benda apa saja yang ada di dekatnya langsung jadi sasaran.

* Melihat reaksi

Yang dinanti si bayi adalah reaksi orang dewasa yang menjadi "korbannya". Meski belum mengerti benar, tapi ia akan merasa gembira bila orangtua/pengasuhnya meresponsnya dengan meringis kesakitan, kaget, marah, dan sebagainya. Tak heran meski Anda sudah mengatakan "jangan" berulang kali ia tetap mengulanginya kembali karena menikmati respons yang diberikan atas perilaku tersebut.

* Perkembangan kemampuan motorik

Di usia 10 bulan, kemampuan motorik bayi semakin bertambah, temasuk mengayunkan tangan, menjatuhkan, melempar benda dan sebagainya. "Menampar" muka dan "menjambak" rambut juga termasuk dalam bagian perkembangan di usia ini.


TAK CUKUP BILANG "JANGAN"

Seperti disebutkan di atas, "kekerasan" yang dilakukan bayi termasuk wajar dan bukan bagian dari agresivitas atau dorongan untuk bertingkah kurang ajar. Berikut beberapa
langkah yang disarankan untuk menghentikan tindakan yang kurang berkenan tersebut:

* "Menampar" pipi

- Langkah pertama
katakan "jangan" atau "stop" dan segera jauhkan muka Anda dari jangkauannya. Tapi ingat, jangan menunjukkan reaksi berlebihan, misalnya kaget atau marah berlebihan. Sebab seperti penjelasan di atas, bisa jadi bayi tambah senang dengan reaksi "korbannya".

- Alihkan perhatiannya
dengan mainan bergemerincing. Usahakan sumber suara berasal dari samping kepalanya hingga bayi segera melepaskan pan- dangan dari objek di depannya.

- Bila bayi terlihat sangat suka "menampar", siapkan sasaran pengganti. Misalnya dengan
meniupkan balon karet seukuran kepala manusia (usahakan balon terbuat dari karet yang kuat sehingga tidak mudah meletus). Pegang balon di depan bayi berjarak sesuai jangkauan lengannya. Contohkan padanya bagaimana menepuk balon dengan menggunakan salah satu tangannya. Bila bayi terlihat suka, biarkan ia menikmati mainan barunya.

* "Menjambak" rambut

Langkah pertama tetap katakan "jangan" atau "stop" lalu segera jauhkan rambut Anda dari jangkauannya. Sekali lagi, tak perlu menunjukkan reaksi ber- lebihan.Bukan tidak mungkin bayi justru tambah semangat.

- Sebaiknya kepang/kuncir rambut Anda saat menimangnya. Bisa jadi bayi bereaksi "menjambak" rambut karena ada rambut yang terurai yang "menggodanya" untuk dijambak.

- Berikan mainan yang bisa digenggamnya. Keinginan untuk menggenggam sesuatu adalah bagian dari perkembangan motoriknya. Karenanya bila ada sesuatu dalam genggaman tangannya, ia tidak tertarik lagi pada rambut orangtua/pengasuhnya.

* "Menggigit" puting saat minum ASI

Bila giginya belum tumbuh benar, coba tahan sejenak, karena belum terlalu sakit. Keinginan menggigit puting saat minum ASI ini tidak akan lama (tak lebih dari 2 menit).

- Usahakan memberikan ASI dengan posisi yang benar (seluruh aerola masuk ke mulut bayi) sekaligus memperkecil kemungkinan si kecil menggigit.

- Bila kebiasaan menggigit tersebut masih berlanjut, saat menggigit, coba pencet ujung hidungnya sejenak sehingga bayi akan membuka mulut dan melepaskan gigitannya.

HARUSNYA TIDAK BERLANJUT

Meski tidak dimaksudkan untuk menyakiti orangtua/pengasuhnya, tetap saja akan terasa sakit bila bayi melakukan "kekerasan" seperti yang dicontohkan. Supaya tidak berkelanjutan sampai usia batita dan seterusnya, orangtua disarankan untuk mengabaikan tingkah laku semacam ini. Tentu saja tak sekadar mengabaikannya begitu saja. Sebab bisa jadi respons berupa pengabaian yang tidak menaruh peduli sama sekali akan ditangkap bayi sebagai pembenaran atas tingkah lakunya.
Salah-salah di usia selanjutnya ia akan menganggap apa yang dilakukannya ini benar. Buktinya, mama-papa tidak melarangnya.

Sebaliknya, mengabaikan yang dimaksud di sini adalah tidak bereaksi berlebihan. Namun tetap menunjukkan sikap tegas bahwa yang dilakukan anak bukanlah sesuatu yang baik. Orangtua harus hati-hati di titik ini. Sebab pada prinsipnya tindakan "kekerasan" tersebut tidak bermakna apa-apa bagi bayi dan tidak akan terbawa sampai usia selanjutnya. Tentu saja dengan syarat ada ketegasan sikap yang ditunjukkan orangtua.

Contohkan terus bagaimana seharusnya mengungkapkan perasaan. Misalnya dengan memeluk, membelai, mencium dan sebagainya. Siapa pun akan merasa nyaman dengan bentuk perhatian seperti itu. Bila terus diulang secara konsisten, dengan sendirinya anak akan meniru. Kalaupun di usia selanjutnya, anak tetap memukul, menjambak atau
menggigit, mungkin saja itu merupakan ekspresi kemarahannya. Jadi, bukan merupakan kelanjutan dari kebiasaan yang dilakukannya semasa bayi.

Marfuah Panji Astuti.
Foto: Iman/nakita

Narasumber:
Anna Surti Ariani, Psi.,
psikolog keluarga yang berpraktik
di beberapa tempat